Cerita Pengalaman Lucu Buka Puasa di Mesir

Cerita Pengalaman Lucu Buka Puasa di Mesir
Puasa Ramadhan di Mesir

Pengalaman Asik Bukber di Mesir - Kejadian ini terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan setahun yang lalu. Menjelang hari-hari terakhir pertengahan bulan Ramadhan, aku masih berkutat dengan tugas-tugas organisasi, merampungkan berbagai agenda-agenda yang belum terselesaikan, berharap semuanya tuntas sebelum datangnya sepuluh terakhir Ramadhan, sebab biasanya kegiatan organisasi terhenti total dan kawan-kawan se-organisasi memilih untuk iktikaf.

Di Dar el Salam, Kairo, pagi itu jam 10.30. Aku berangkat menuju stasiun kereta api, berjalan menyusuri pasar tradisional yang penuh sesak dengan manusia, tak habis pikir, jalanan di pasar saja bisa macet seperti ini, padahal jalanan pasar itulah satu-satunya jalur alternatif untuk menghindari macet. Eumm… mungkin karena semua saudaraku di sini berpikiran sama denganku, jadinya mereka memilih jalan ini juga.

“Birraahah ya gamaa’ah…!” (pelan-pelan…!), tukasku ketika ada seorang pemuda mendobrak massa kemudian masuk menyelinap diantara kerumunan. Namun celotehanku tak digubrisnya, sepertinya ia memang sedang terburu-buru.

“Eee yaa ‘amm…! Syuftannasi zahmah di…wallahi haram ‘alaik…!” (kamu ini…! Nggak liat apa orang berdesakan di sini… kamu nggak seharusnya begitu…!”) Seorang paruh baya berteriak seraya mengangkat barang bawaannya, dengan nada kesal dan begitu marah.

Aku benar-benar terkejut kali ini, pasalnya siapa yang tidak jengkel coba, ditengah kerumunan ramai begini, masih ada juga yang melintasi jalanan pasar mengendarai sepeda motor, padahal jalan itu hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki saja. Ya Rabb…musibah apa lagi ini? Empunya motor, terlihat bingung, ia sudah terlanjur masuk dengan motornya, mau mundur tidak mungkin, maju pun susah, ditambah dengan picingan mata setiap manusia yang melihat tingkahnya, akhirnya aku pun berlalu tanpa tahu kisah pemilik motor ini selanjutnya. Dalam hati aku bergumam, “suasana panas, kerumunan manusia, suara bising, suara gaduh pedagang menjajakan dagangannya, kesabaranku, semuanya harus kulalui di bulan yang mulia ini. Tabahkan hamba ya Allah.”

***********

“Berapa orang?” Tanya penjual karcis kereta api kepadaku.

“Satu saja, pak!” Jawabku.

Trrrttt……trrrrt…..trrrrrt….. suara print-out karcis terdengar dari printer tua milik petugas karcis ini, aku suka suara butut ini, bagiku ada kenangan tersendiri bila mendengar suara ini, suara yang menemaniku tinggal di Mesir bertahun-tahun, kuliah, dan pergi sana-sini.

Dari stasiun Dar el Salam, aku menuju stasiun Mubarak di Ramsis, perjalanan itu membawaku pada bilangan waktu ke pukul 11.00, saatnya mencari angkutan micro-busmenuju Nasr City, perjalananku masih panjang sementara matahari semakin meninggi, ya Allah panasnya… Aku membayangkan bagaimana umat Nabi Musa dahulu kala ketika menjalankan puasa, bagaimana perjuangan Nabi Musa AS dan Harun AS di tengah panasnya Mesir, Bagaimana perjuangan Nabi Yusuf AS memimpin negeri ini ketika paceklik yang datang di masanya. Bagaimana perjuangan Imam Syafi’i menimba ilmu kesana-kemari dari para gurunya. Aku terhentak ketika bayangan-bayangan ini terhenti pada pertanyaan; ya Allah.. seperti apakah nantinya panas di padang mahsyar? sementara kala itu jarak matahari dengan kepala manusia tingginya hanya sejengkal…. Ya Allah…

Di dalam bus Aku mencoba untuk terlelap, tiba-tiba handphone-ku berdering…

Ilham Sitorus..

Calling….

  “Halo… Assalamualaikum Ham..” Aku yang mulai menyapanya.

“Wa’alaikum salam.. Qan.. Lagi d imana? Kapan ke Asyir (Nasr city)?” Balasnya.

“Lagi di Ramsis Ham…dalam perjalanan menuju Asyir.”

“Singgah ke rumahku ya…buka puasa di sini” Tukasnya

“Yaps, tapi aku ke sekretariat kekeluargaan Aceh dulu ya, ada sedikit kerjaan…” jawabku memastikan.

“Sip…sip…” ucapnya..

“udah dulu ya Qan, nanti kalau udah siap kerjaannya, kabarin ya…Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikum salam.”  jawabku ringan.


Ilham Sitorus, aku mengenalnya sejak tahun 2007, dari namanya saja ketahuan bahwa ia berasal dari Medan, tapi entah mengapa sampai di Mesir ia bergabung dengan kekeluargaan Tapanuli Selatan. Atau memang ia berasal dari Tapanuli ya? Akhh…bingung awak…

Perkenalan kami pertama sekali di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, Aceh Besar. Saat itu aku yang menjemputnya, orangnya hitam manis, punya tahi lalat di pipi, lebih tinggi dan lebih kurus dariku tentunya, orangnya sederhana dan suka bercanda. Tanpa rasa canggung, kami langsung bisa saling akrab ketika itu.

Ilham adalah santri tamatan dari salah satu ponpes di Medan yang akan melanjutkan pendidikan ke Mesir, rencananya ia akan berangkat melalui bandara SIM bersama-sama teman Aceh lainnya, termasuk diriku, sejak itulah kami terus berteman sampai sekarang.




********

Tibalah aku di Nasr City, Kediaman sebagian besar Mahasiswa Indonesia berpusat di sini, tampuk organisasi Mahasiswa juga ada di Nasr City, segala kegiatan mahasiswa juga dilangsungkan di sini. Mahasiswa asing lainnya juga banyak yang tinggal di sini.

Begitu turun dari micro-bus, hawa panas langsung menyapaku, mengundang peluh dan keringat, rasanya ingin menceburkan diri ke bak mandi, rasa gerah luar biasa, berharap azan magrib cepat dikumandangkan, agar seteguk air bisa mengalir di dalam tubuh ini.

Namun aku tak kalah ide untuk yang satu ini, bukan orang Indonesia namanya kalau kehilangan ide, berhubung jalan ke sekretariat kekeluargaan berpapasan dengan kantor konsuler KBRI, aku menyempatkan diri singgah di sana, sekedar mencari informasi sekaligus merehatkan diri, di dalam konsuler udaranya sejuk, sebab ruangannya ber-AC. Sebenarnya sih, ingin berteduh dan sedikit mencari udara dingin, sebab diriku ketika itu  memang tak punya keperluan apapun di konsuler.

Seiring waktu tanpa kusadari, ini menjadi kebiasaanku kalau kepanasan, tak sekedar ke konsuler, terkadang supermarket yang ada AC nya juga ku singgahi, walaupun hanya sekedar melihat barang-barang saja, tanpa membeli. Semoga yang punya AC nya di berkahkan rezekinya oleh Allah SWT. Amin.

*************

Jam Sudah menunjukkan pukul 17.28, masih ada sekitar dua jam lagi sebelum waktu berbuka puasa tiba, sementara diriku belum kelar dengan berbagai urusan di sekretariat. Hp ku kembali berdering, Ilham kembali menelepon:

“Iya Ham…”

“Uda kelar tugasnya?” Tanya Ilham.

“Belum nich, Ham..! sepertinya aku nggak bisa ke rumah antum (kamu dalam bahasa arab-red), mungkin aku buka puasa di sini saja.” Timpalku.

“Nggak boleh! Udah disiapin ne menu berbukanya, gimana sich?” Jawabnya ketus.

“Yaudah, siapin terus tugasnya… aku tunggu ya, pokoknya antum harus buka puasa di rumah ane, oke?” Sambungnya.

“Okelah kalau begitu”. Jawabku datar.

Seketika kuambil langkah gesit menyelesaikan semua tugas, secepat mungkin, aku ingin memenuhi undangan temanku yang satu ini. Aku tak mau mengecewakannya.

****

Jam 19.05 semua urusanku kelar, masih ada sekitar setengah jam lagi sebelum waktu berbuka. Kini aku sudah berapa di depan pintu rumahnya.

“Tok..tok…tok.. Assalamualaikum.”

“Wa’alaikum salam, masuk Qan.” Seru Ilham seraya membukakan pintu

Kupandangi seisi rumahnya, tak ada yang berbeda, tak ada tanda-tanda ada acara buka puasa bersama, semuanya sunyi sepi, juga tak ada bau makanan di dapur. Orang-orang rumah pun terlihat santai dan tenang. Setelah cuap-cuap ngobrol selama beberapa menit, Ilham melirikku:

“Ayo, berangkat!”

“Kemana?” Tanyaku.

“Sudah… ikut saja!”. Timpalnya.

Kami keluar dari rumah, menyusuri lorong-lorong belakang rumah, upps…sepertinya lorong ini tak kelihatan asing bagiku, lima menit berjalan, akhirnya langkah kami terhenti di depan sebuah Mesjid.

“Welcome home. Selamat berbuka puasa!” Celutuknya dengan cekikikan berujung tawa.

Akhirnya gelak tawa pun pecah, Tak kusangka ia begitu tega. Pantas saja ia mengajakku berbuka puasa dengan gaya sok cool, ternyata buka puasanya di Mesjid.

Mesjid Syarbaini ini, memang setiap harinya selama Ramadhan mengadakan acara buka puasa bersama, semua kebutuhan disediakan oleh para dermawan setempat. Biasanya mahasiswa sekitar Nasr City berbuka puasa di sini.

Antara kesal dan kagum dengan ulah si Ilham ini, aku tak akan melupakan kejadian ini seumur hidupku. Aku juga salut dengan para dermawan Mesir yang beramal dengan cara ini, terlebih memberi panganan berbuka kepada setiap muslim adalah hal yang sangat mulia. Semoga kebaikan muhsinin ini diberi ganjaran yang berlipat ganda oleh Allah. SWT. Amin.

Semoga kita juga mampu saling berbagi dan memberi di bulan yang penuh berkah ini.


0 Response to "Cerita Pengalaman Lucu Buka Puasa di Mesir"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel