Bagaimana Sistem Ujian di Gontor?
Bagaimana Sistem Ujian di Gontor? |
Bagaimana Sistem Ujian di Gontor?
Mari Kita Tengok Sistem
Ujian di Gontor - diadakan dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu satu
bulan penuh. Selama sebulan musim ujian, para santri mengikuti dua jenis ujian,
yaitu ujian lisan (syafahi) selama 10 hari, dilanjutkan dengan ujian tulis
(tahriri) selama 10 hari berikutnya.
*Lamanya waktu ujian*
Lamanya waktu ujian
mengkondisikan setiap santri dalam suasana belajar yang lebih intens. Di
Gontor, ujian adalah momen yang paling krusial. Sebulan sebelumnya, pihak
pondok mempublikasikan hitung mundur menuju musim ujian di papan tulis yang
diletakkan di bawah masjid.
*Suasana Ujian*
Suasana Ujian di Gontor.
Setiap ruangan diawasi minimal oleh 3 orang pengawas.
*Ujian Lisan*
Ujian lisan diadakan dalam
rangka memupuk kepercayaan diri dan kematangan dalam penguasaan materi
pelajaran.
Tidak semua pelajaran
diujikan secara lisan. Ujian lisan hanya meliputi tiga kelompok pelajaran,
yaitu Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan AlQuran. Materi Bahasa Arab terdiri atas
pelajaran Muthola’ah (bacaan), Mahfudzat (hafalan), Nahwu, Sharf dan Balaghah.
Materi ujian Bahasa Inggris meliputi reading, conversation, translation,
vocabulary, dictation dan grammar. Sedangkan materi yang diujikan di kelompok
alQuran meliputi tilawah (bacaan), hafalan (Juz Amma, zikir dan doa), Tajwid
serta Fiqh.
Selama ujian lisan
berlangsung, ruang-ruang kelas disulap menjadi tempat wawancara. Satu santri
berhadapan dengan 3-4 orang penguji berasal dari kalangan guru dan kelas 6.
Setiap pagi, para penguji dari kelas enam wajib menyiapkan ruangan. Sebersih
dan seindah mungkin. Mereka juga harus membuat i’dat atau persiapan berisi
materi ujian yang berisi rangkaian pertanyaan yang akan diajukan ke santri.
Setiap hari, sedikitnya ada
10 santri yang diuji di satu ruangan. Ujian digelar dari pagi hingga siang
hari. Para santri stand by di depan kelas sambil mengulangi pelajaran. Mereka
mempersiapkan diri mati-matian agar bisa menjawab apapun pertanyaan yang
mungkin keluar dari mulut para penguji. Ada yang membuat simulasi tanya-jawab
dengan temannya. Ada yang mencoba menggali informasi dari orang yang baru
keluar dari ruang ujian. Untuk trik terakhir tidak selamanya berhasil, karena
penguji mempunyai banyak stok pertanyaan, sehingga antara si A dan si B belum
tentu mendapatkan pertanyaan yang sama dari tim penguji.
Lamanya durasi per santri
sangat tergantung pada penguji dan orang yang diuji. Biasanya, semakin tepat
jawaban yang diberikan, semakin banyak pertanyaan yang keluar dari mulut
penguji. Itu artinya si santri sedang diuji batas kepintarannya, sampai dia merasa
bahwa dirinya tidak sepintar yang dibayangkan. Metode ini diterapkan untuk
mengontrol ego santri agar tidak menjadi gelas penuh yang sulit diisi dengan
ilmu karena merasa sudah pintar.
*Ujian Tulis*
Dua hari berselang, ujian
tulisan dilaksanakan secara serempak. Inilah ujian paling ketat yang pernah
ada. Yang menihilkan upaya nyontek.
Kelas-kelas berubah
formasi. Meja-meja diatur terbalik : posisi laci menghadap ke depan, sehingga
tidak ada ruang buat santri untuk menyembunyikan sesuatu di dalam laci. Setiap
ruangan diawasi oleh 5 orang pengawas, terdiri dari guru dan santri kelas 6.
Mereka berkeliling memperhatikan gerak-gerik santri selama ujian berlangsung.
Kalau sampai ada santri
yang ketahuan nyontek, langsung dikembalikan ke orang tuanya selama satu tahun
alias di-skors! Jadi percuma saja nyontek, karena risikonya adalah mengulang
kelas di tahun berikutnya.
Posisi santri juga diatur
sedemikian rupa, sehingga setiap peserta ujian tidak duduk berdekatan dengan
teman sekelasnya. Satu ruangan diisi oleh 20-30 santri dari beberapa kelas yang
berbeda. Sebelum memasuki ruangan, semua buku dan catatan harus diletakkan di
luar. Hanya alat tulis yang boleh masuk ruangan.
Setiap hari, ada tiga mata
pelajaran yang diuji dengan durasi 90 menit untuk masing-masing pelajaran.
Ujian di pondok tidak
mengenal pilihan ganda sehingga strategi hitung kancing tidak berlaku di sini.
Semua pertanyaan harus dijawab dalam bentuk esai. Soal dibuat oleh salah
seorang guru yang penunjukannya dilakukan secara rahasia. Setiap santri
menerima lembar soal dan lembar jawaban berbentuk kertas buram polos ukuran
HVS. Di ujung atas kertas jawaban terdapat secarik kertas kecil berisi nomor
induk santri dan nomor ujian. Kalau mau menambah kertas jawaban, tinggal angkat
tangan, bisa minta sepuasnya. Beberapa pelajaran memang membutuhkan paparan
panjang sehingga satu lembar sangat tidak cukup untuk menampung jawaban.
Panitia juga menyediakan lem kertas yang dibuat massal dari tepung kanji.
Santri dilarang
menyantumkan nama di dalam lembar jawaban. Setelah jawaban dikumpulkan, petugas
akan memberikan nomor pada lembar jawaban dan lembar kecil berisi identitas
tadi. Guru pemeriksa hanya akan menerima lembar jawaban, sehingga dia tidak
tahu pemiliknya sama sekali. Ini diterapkan untuk menghindari kolusi dan
nepotisme antara guru dan muridnya. Bisa Anda bayangkan bagaimana kerja keras
mereka dalam memeriksa lembar jawaban, karena tidak ada soal yang jawabannya
hanya A, B, C atau D.
*Ujian tulis kelas 6*
Ujian Kelas 6
Gontor menggunakan
kurikulum KMI (Kulliyyatul Mualimin al Islamiyyah), berlaku untuk kelas 1
(setingkat 1 SMP) sampai kelas 6 (setingkat 3 SMA).
Ujian tulis untuk kelas 6
merupakan ujian yang komprehensif, meliputi semua mata pelajaran yang sudah
diajarkan di kelas satu sampai kelas 6. Karena banyaknya materi yang harus
dipelajari, ujian tulis untuk kelas enam dibagi menjadi dua gelombang.
Pada gelombang pertama yang
diadakan di pertengahan tahun ajaran pertama, mereka mengikuti ujian untuk mata
pelajaran umum dan beberapa pelajaran bahasa Arab. Mereka harus membaca semua
buku dari kelas satu karena pertanyaan diambil dari semua tingkatan secara acak.
Jumlah soalnya pun lebih banyak, sehingga waktu yang diberikan untuk satu
pelajaran berlipat. Ujian untuk kelas enam diadakan sebelum ujian untuk
santri-santri kelas di bawahnya. Karena setelah ujian, mereka harus bertugas
menjadi penguji dan pengawas untuk ujian adik-adik kelas.
Materi ujian mereka bukan
cuma matematika, B. Indonesia dan B. Inggris, tapi lebih dari 30 materi.
Bayangkan!
Di pertengahan tahun ajaran
kedua, santri kelas 6 menghadapi ujian yang jauh lebih banyak. Selain ujian
tulis gelombang kedua (berisi sisa mata pelajaran yang belum diujikan di
gelombang pertama), siswa kelas 6 juga harus lulus ujian Praktek Mengajar
(amaliyyatut-tadris). Dalam praktek mengajar ini, setiap pengajar akan
disaksikan dan dikritik oleh puluhan hingga ratusan orang yang terdiri dari
kelas 6 dan para guru. Lalu ada juga ujian lisan yang lagi-lagi materinya
diambil dari pelajaran kelas satu sampai kelas 6, plus materi ujian
kepondokmodernan.
*Amalyyatut Tadris perdana
(praktek mengajar)*
Tidak berhenti sampai di
situ, setiap santri yang ingin lulus dari Gontor harus membuat karya ilmiah dan
mengikuti studi tur ke beberapa perusahaan dan mengunjungi pengusaha sukses di
beberapa daerah. Dan masih banyak aktifitas pamungkas lain yang harus
dituntaskan.
Setelah semua ujian
dilalui, tibalah pengumuman hasil ujian akhir. Santri yang mendapatkan nilai
terbaik akan duduk di kelas B begitu seterusnya. Dengan adanya pembagian kelas
berdasarkan hasil ujian ini, setiap tahun santri berlomba-lomba meraih hasil
terbaik agar bisa duduk di kelas B, C, D (atau paling tidak satu-dua tingkat
setelahnya).
Pengumuman kelulusan untuk
kelas 6 juga dikelompokkan berdasarkan pencapaian nilai, yaitu mumtaz
(istimewa), jayyid jiddan (baik sekali), jayid (baik), maqbul (diterima) dan
matrud (ditolak). Namun harap dicatat, dalam memberikan penilaian, pondok tidak
hanya mengacu pada hasil ujian lisan atau tulis semata, tapi juga
mempertimbangkan budi pekerti santri
Ada yang mau mencoba Ujian
seperti ini diterapkan secara nasional ?? Saya yakin akan teramat sangat banyak
sekali yang menolak, bukan karena tidak mampu, tapi karena mereka memang takut
untuk Ujian...!
Sumber: Group WA
Terima kasih sudah berkunjung di blog furqan.id
Related :
0 Response to "Bagaimana Sistem Ujian di Gontor?"
Post a Comment