Nasib Saudaraku Muslim di XianJiang

Nasib Saudaraku Muslim di XianJiang
Nasib Saudaraku Muslim di XianJiang

Naskah buletin el-Asyi

Oleh : Furqan Ar Rasyid*


“Tentara Cina melepaskan tembakan ke sekelompok muslim Ughur di pinggiran Kota Urumqi, provinsi Xianjiang. Muslim Uighur yang ditahan dalam kerusuhan juga dilarang menjalankan puasa, mereka yang tetap berpuasa akan dipaksa menelan makanan dan minuman sambil menerima hinaan karena perlawanan mereka”.

Tentu hati kita akan terenyuh setiap kali membaca berita pembantaian kaum muslimin, seperti halnya salah satu lead berita di atas, setiap hari selalu saja ada kekerasan terhadap kaum muslimin atau aksi-aksi menuding islam sebagai agama teroris, tak hanya di belahan timur tengah, kejadian seperti ini terus saja terjadi di belahan bumi manapun.

Sungguh kuasa Allah SWT., dengan kalamnya mampu mendeskripsikan penolakan kaum Yahudi dan Nasrani akan kebangkitan dan kejayaan islam di muka bumi ini, dari dahulu, sekarang dan akan datang, Sangat jelas terpampang dalam sebuah firman-Nya : 
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.

Kilas balik


Cina adalah wajah baru Israel, begitu kebanyakan orang menyebutnya, layaknya Israel yang membantai kaum muslimin di Palestina, Cina juga melakukan hal yang sama. Sebuah pembantaian massal yang dilakukan Cina terhadap muslim Uighur sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah Cina yang diskriminatif, mengakibatkan 156 orang tewas, 1434 ditahan dan lebih dari 1.000 lainnya terluka.

Tersebutlah, Ibu kota Xinjiang, Urumqi, terus bergejolak. Umat islam etnis Uighur di sana masih terus terancam hidupnya. Terlebih, setelah aparat keamanan Cina membantai mereka, kini giliran ribuan etnis Han (etnis mayoritas yang di-anak emas-kan), yang sengaja dimukimkan pemerintah Cina di wilayah Xinjiang, turun ke jalan-jalan di Urumqi untuk memburu warga muslim yang tak berdaya.

Muslim Uighur adalah warga muslim Cina yang menggunakan bahasa Turki. Jumlah mereka di wilayah Xinjiang sekitar delapan juta jiwa dan kerap mengalami tindakan sewenang-wenang dan diskriminasi dari pemerintah Cina. Pemerintah Cina menuding kelompok separatis muslim Uighur yang ingin memisahkan diri dari Cina telah menyusun rencana untuk mengganggu pelaksanaan olimpiade di Beijing. Namun kelompok-kelompok organisasi hak asasi manusia menyatakan pemerintah Cina terlalu berlebihan dalam menyikapi hal tersebut.

Terlepas apa faktor yang melatar-belakangi pembantaian terhadap muslim minoritas di Xianjiang ini, yang jelas perbuatan Cina ini telah mengundang kemarahan dari umat islam sedunia. Pemerintah Cina terus berusaha menghapus identitas islam di Xianjiang. Cina juga menyerukan penghapusan ritual keislaman. Muslim juga dilarang untuk mempelajari segala hal oleh Arab, Turki dan Persia. Diskriminasi juga terjadi di bidang ekonomi. Wilayah Xinjiang yang sebenarnya sangat kaya, memasok lebih dari 40 persen cadangan energi (minyak, gas dan batubara) Cina, tapi rakyatnya hidup dalam kemiskinan.

Pelanggaran HAM


Utusan PBB untuk kasus penyiksaan, Manfred Nowak, dalam kunjungannya 12 hari ke Xianjiang dan Tibet, menyatakan bahwa praktek-praktek pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) masih marak terjadi di Cina walaupun pelanggaran HAM itu secara resmi sudah dilarang di Cina. Pernyataannya diperkuat oleh investigasinya yang terkesan dihalang-halangi oleh para pejabat setempat yang memantau wawancaranya dengan para keluarga narapidana.

Jenis hukuman pada Abad pertengahan seperti hukuman gantung, dirajam dan dipotong-potong sudah tidak ada lagi di dunia. Namun, ada laporan bahwa metode penyiksaan tersebut kini masih digunakan pada sejumlah tahanan politik di Cina, dan diperkirakan kebanyakan korbannya masih hidup.

Menutup Mesjid


“Tidak ada pelaksanaan salat Jumat”, begitulah keputusan pemerintah Cina ketika muslim Uighur bersikeras untuk salat jumat di mesjid, namun di tengah-tengah larangan ke mesjid, sejumlah mesjid di kawasan Xinjiang tetap melaksanakan shalat Jumat.

Sementara itu, mesjid di kota Urumqi, ditutup untuk pelaksanaan salat jumat dan polisi dikerahkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya aksi kerusuhan baru antar etnis yang bersiteru. Sejumlah muslim Uighur mengatakan, mereka telah diperintahkan untuk melaksanakan salat di rumah saja. Penutupan tempat ibadah itu semata-mata karena alasan keamanan setelah perang etnis meletus; antara muslim Uighur dengan Han Cina.

Di lain kesempatan, pemerintah otoriter Cina di wilayah Xianjiang juga menghancurkan sebuah mesjid, karena mesjid itu menolak memasang umbul-umbul yang menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan olimpiade di Beijing, tentunya Cina sangat mewaspadai terjadinya kericuhan dan berharap suksesnya penyelenggaran olimpiade Beijing, sebagai wasilah memulihkan nama baik Cina di mata dunia akibat kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukannya.

Pertahankan komunis


Sudah menjadi prinsip Cina, bahwa sifat dan sikap komunis harus dipertahankan dengan cara apapun, berbagai cara ditempuh agar komunis ini terkesan halal, baik karena kepentingan politik atau karena faktor agama.

Situasi semakin memanas ketika pemerintah Xianjiang kembali mengeluarkan ultimatum yang tidak adil dan tidak menghormati hak asasi manusia terhadap muslim Uighur. Mereka (muslim Uighur) diancam akan dipecat dari pekerjaannya jika diketahui tidak makan pada jam makan siang, padahal muslim Uighur sedang menjalankan ibadah puasa. Hal itu merupakan bagian dari kebijakan pemerintah Xianjiang untuk memaksa muslim Uighur berhenti melakukan ritual ibadahnya selama bulan suci Ramadhan.

Para imam masjid dipaksa untuk berceramah kepada yang lain bahwa puasa adalah aktifitas yang berbahaya bagi kesehatan. Jika tidak, sertifikasi ke-teungku-an mereka akan dicabut. Para pemilik rumah makan muslim-pun dipaksa menandatangani sebuah perjanjian yang menyatakan bahwa rumah makan akan tetap buka dan menjual minuman selama bulan Ramadhan, jika tidak, ijin usahanya akan dicabut.

 Kemerosotan ekonomi


Kejadian Xianjiang beberapa waktu lalu, sepertinya membuat Cina harus berpikir dua kali jika hal serupa kembali terulang, pasalnya Cina semakin khawatir jikalau produk-produknya yang selama ini laku keras di negara islam harus mengalami penurunan yang drastis. Sebut saja Yaman, untuk saat ini sudah membatalkan semua bisnis dengan Cina dan mereka mulai memboikot produk negara Tirai Bambu tersebut.

Sementara Turki, negara yang paling keras mengkritik pemerintah Cina atas apa yang terjadi di Xinjiang, hal ini lebih dikarenakan Turki mempunyai hubungan budaya dengan Muslim Uighur; dikarenakan Muslim Uighur masih banyak yang menggunakan bahasa Turki. Turki juga menyerukan boikot terhadap produk Cina sebagai protes terhadap aksi kekerasan yang dilakukan pemerintah Cina terhadap muslim Uighur minoritas ini.

Penutup


Apa yang terjadi terhadap muslim Uighur dan aksi-aksi sesudahnya di wilayah Xinjiang, jelas menunjukkan bahwa umat Islam minoritas di manapun, berada dalam kondisi yang memprihatinkan, hidup di bawah tekanan dan penindasan penguasa di wilayah itu. Selebihnya tentang slogan-slogan keadilan, kebebasan beragama dan perlindungan HAM, hanya omong kosong belaka dan tidak berlaku untuk orang islam. Tapi jika non-muslim yang tertekan kebebasan beragamanya, maka barulah nilai-nilai HAM ini diperjuangkan. Wallahu A’lam.


*Staf Redaksi buletin el-Asyi KMA Mesir


0 Response to "Nasib Saudaraku Muslim di XianJiang"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel